Siapakah Menurut Anda Yang Pantas Memimpin PWI Sumsel Priode 2014 - 2019 mendatang ?

Jumat, 13 Desember 2013

Konferensi Kerja Selamatkan Pengurus dan PWI  Sumatera Selatan
Oleh : H. Kurnati Abdullah
Pengamat Pers

Konferensi Kerja PWI Sumatera Selatan 16 November 2013, telah menyelamatkan muka Pengurus  PWI  Sumatera Selatan  masa bakti 2009-2014, dan juga menyelamatkan Organisasi PWI sebagai organisasi yang lahir 9 Februari 1946, dari pelanggaran PD Pasal 23  dan PRT Pasal 36. Masa baktinya akan berakhir  17 Januari 2014, berarti hanya 2 bulan lagi. Pelanggaran PD/PR T  tersebut karena diwajibkan menyelenggarakan Konferensi Kerja  sekurang-kurangnya 1 kali dalam masa baktinya 5 tahun, dan itu baru dilaksanakan setelah 4 tahun 10 bulan. Seandainya selama masa bakti  tidak dilaksanakan  Konker maka  Pengurus Cabang akan dibekukan PWI Pusat sesuai PRT Pasal 40.   Konker dimaksudkan untuk  melaporkan kerja dan mengevaluasi pelaksanaan program kerja tahun sebelumnya, serta menyusun program kerja baru. Hal seperti seharusnya tidak akan terjadi kalau saja mau belajar atau menghargai hasil kerja pengurus sebelumnya.
Pengurus PWI Cabang Sumsel 2009-2014  bermasalah sejak Konferensi Cabang PWI Sumsel yang berlangsung 17 Januari 2009,  karena telah terjadi pelanggaran PD/PRT dan intervensi pejabat. Ketua Terpilih dan 4 formatur telah melaporkan hasil kerjanya kemudian diumumkan di Konfercab dan di release di media,  ternyata setelah Konfercab, berubah, contoh saja Ketua Terpilih dan 4 formatur menetapkan Sekretaris : Drs. H. Salman Rasyidin (Harian Sriwijaya Post) diganti oleh Firdaus Komar (Harian Berita Pagi). Pelanggaran PD/PRT tidak sepenuhnya intervensi pejabat, tetapi peran terbesar adalah oleh PWI Pusat, terutama  Ketua Bidang Organisasi PWI Pusat. Contoh lain Dewan Kehormatan Daerah dipilih oleh Konfercab bukan oleh Ketua Terpilih dan 4 formatur.
Hal ini pernah saya kritisi dengan surat ke PWI Pusat agar mematuhi PD/PRT, tapi tak mendapat tanggapan. Memang sejak Kongres PWI di Aceh 28-29 Juli 2008 terjadi perubahan yang signifikan, bahkan hasil Kongres itu terjadi beberapa masalah yang menyangkut pelanggaran PD/PRT. Kongres Aceh juga telah ternoda dalam sejarah PWI yang lahir 9 Februari 1946. Pelanggaran PD/PRT itu telah menular/dtularkan ke PWI Cabang Sumsel ditambah intervensi pejabat. Memang idealnya meng kritisi terhadap organisasi sebaiknya disampaikan secara intern, tetapi karena komunikasi sudah disum bat dan arogansi kekuasaan, serta  seuzon, maka saluran komunikasi seperti ini lebih efektif dalam memberikan pembelajaran dimasa mendatang. Kritisi ini pasti didasari niat yang tulus untuk memperbaiki organisasi yang kita cintai ini, apalagi  saya sendiri sudah menjadi anggota PWI sejak tahun 1965. Hal ini mungkin tak terjadi kalau saja setiap orang menyadari bahwa komunikasi itu penting sekali, dan jabatan itu sifatnya sementara dan amanah, pasti satu saat berakhir. Saya sendiri setelah Konfercab PWI Cabang Sumsel merasa dianggap “musuh”, masuk kantor PWI Cabang Sumsel saja dipertanyakan.
Memang setelah itu PWI Cabang Sumsel banyak menuai “hikmahnya” karena dukungan Gubernur Sumsel Alex Noerdin : KonkernasPWI, HPN/Porwanas 2010, Gedung PWI Cabang Sumsel, Sekolah Jurnalistik Indonesia (SJI), dana hibah APBD Rp 500.000.000 setiap tahun , maupun UKW.  Dukungan Gubernur Alex Noerdin   itu belum pernah terjadi  selama ini, terutama dana dapat menunjang program PWI Cabang/Pusat.
Laporan Kerja
Disadari  bahwa sebagian besar pengurus mempunyai jabatan struktural yang strategis  akibatnya sulit mencapai korum rapat sehingga menghambat program organisasi. Materi Laporan Kerja 4 tahun 10 bulan yang disampaikan  banyak menuai kritik anggota karena wacana komunikasi pengurus  dengan anggota tidak ada sama sekali. Mulai dari judul, materi, inventaris, kesejahteraan/koperasi, keanggotaan, program HPN Sumsel di daerah,  WC  PWI yang berhamburan kotoran manusia, kantor/sekretariat, Gedung PWI Jakabaring, dan puncaknya masalah laporan keuangan. Masalah Gedung PWI Jakabaring dipertanyakan karena sudah puluhan tahun PWI Cabang Sumsel mendambakan  gedung sendiri, dan  Gubernur Sumsel Alex Noerdin telah membangun Gedung PWI Sumsel  di Jakabaring, entah apa sebab dan masalahnya sehingga tidak dimanfaatkan oleh Pengurus PWI Cabang Sumsel. Padahal gedung itu merupakan kebanggaan dan keberhasilan  Pengurus PWI Sumsel 2009-2014 dan akan tercatat dalam sejarah PWI Sumatera Selatan.  Tetapi anggota masih dapat memahami  semua laporan tersebut, karena Konker hanya sekadar laporan BUKAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGURUS. Pertanggungjawaban Pengurus PWI Sumsel dan Dewan Kehormatan Daerah akan diberikan ketika berlangsungnya Konferensi  Daerah PWI Sumsel  yang harus dilaksanakan sebelum 17 Januari 2014.
Jumlah angggota PWI Cabang Sumsel juga merupakan keberhasilan  dalam laporan : 317 Anggota Biasa dari 85 media, 286 Anggota Muda dari 105 media. Sementara ketika berlangsung Konfercab PWI Cabang Sumsel 17 Januari 2009 Anggota Biasa 165 dari  35 media, Anggota Muda 94 dari 25 media. Bayangkan  jumlah anggota yang membengkak 2 kali lipat, sementara media menjadi  3 kali lipat, 105 media. Banyaknya anggota dan media merupakan keberhasilan YANG LUAR BIASA,  kalau saja standar profesi, standar pendidkan, standar organisasi perusahaan media dipenuhi,  tetapi akan menjadi masalah ketika berlangsungnya  Konferensi Daerah PWI Sumsel, karena korum sah bila dihadiri 2/3 Anggota Biasa (206 anggota), kalau tidak korum diundur 1 bulan. Apalagi bila ingin bicara program kesejahteraan anggota, contoh bagi tanah kaveling ???   Juga program kerja 2 bulan yang diajukan sebanyak 27 macam adalah suatu program yang mustahil menurut logika organisasi, cukup satu atau dua rencana program asal  terlaksana dalam 2 bulan ini.
Yang paling banyak disorot tentu laporan keuangan, karena prinsip pengurusmasalah keuangan harus efisien tetapi faktanya foya-foya,  dana hibah APBD  2013 Rp 500.000.000 untuk Porwanas/HPN 2013 Banjarmasin menghabiskan dana Rp  312.541.401. HPN 2013 di Manado  Rp 67.581.500, Biaya listrik Gedung PWI Jakabaring Rp 7.200.000, dan banyak lagi yang lainnya. Kalau anggota mengkritisi  masalah organisasi masih dalam kewajaran, tapi masyarakat mengkritisi juga wajar.  Sejak diberlakukannya UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik maka PWI sudah menjadi Badan Publik karena telah mendapat  APBD, sumbangan masyarakat. ( Bab  I Pasal 1 Ayat 3), sehingga masyarakat berhak mengetahui dan mendapatkan infomasi termasuk laporan keuangan ( Bab IV Pasal 9 Ayat 2)

Kita berharap Konferensi Daerah PWI  Sumatera Selatan  dilaksanakan 1 bulan  sebelum 17 Januari 2014, karena SK PWI Pusat No. 042/PGS-PWI/2009 tanggal 30 Januari 2009 dan SK N0.269-PGS/PP-PWI/2011 tanggal 4 Februari 2012,  akhir masa baktinya 17 Januari 2014.  Apabila tidak korum akan diundur 1 bulan, dan juga patut menjadi perhatian Pasal 18 PRT Ayat 5  jangan sampai PWI Pusat membentuk care taker untuk menyelenggarakan  Konferensi Cabang Ulangan.  Karena itu persiapkan Laporan Pertangungjawaban yang transparan, akuntabel dan faktual,sehingga menjadi Konferensi Daerah PWI Sumsel yang terbaik dan mematuhi PD/PRT yang baru,  tak usah mencari pencitraan untuk menjadi pengurus lagi, biarlah anggota yang akan menilai hasil kerja  dan moral pengurus. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar