Konferensi Kerja Selamatkan Pengurus
dan PWI Sumatera Selatan
Oleh
: H. Kurnati Abdullah
Pengamat
Pers
Konferensi Kerja
PWI Sumatera Selatan 16 November 2013, telah menyelamatkan muka Pengurus PWI Sumatera
Selatan masa bakti 2009-2014, dan juga
menyelamatkan Organisasi PWI sebagai organisasi yang lahir 9 Februari 1946,
dari pelanggaran PD Pasal 23 dan PRT
Pasal 36. Masa baktinya akan berakhir 17
Januari 2014, berarti hanya 2 bulan lagi. Pelanggaran PD/PR T tersebut karena diwajibkan menyelenggarakan
Konferensi Kerja sekurang-kurangnya 1
kali dalam masa baktinya 5 tahun, dan itu baru dilaksanakan setelah 4 tahun 10
bulan. Seandainya selama masa bakti
tidak dilaksanakan Konker
maka Pengurus Cabang akan dibekukan PWI
Pusat sesuai PRT Pasal 40. Konker
dimaksudkan untuk melaporkan kerja dan
mengevaluasi pelaksanaan program kerja tahun sebelumnya, serta menyusun program
kerja baru. Hal seperti seharusnya tidak akan terjadi kalau saja mau belajar
atau menghargai hasil kerja pengurus sebelumnya.
Pengurus PWI Cabang Sumsel 2009-2014 bermasalah sejak Konferensi Cabang PWI Sumsel
yang berlangsung 17 Januari 2009, karena
telah terjadi pelanggaran PD/PRT dan intervensi pejabat. Ketua Terpilih dan 4
formatur telah melaporkan hasil kerjanya kemudian diumumkan di Konfercab dan di
release di media, ternyata setelah
Konfercab, berubah, contoh saja Ketua Terpilih dan 4 formatur menetapkan
Sekretaris : Drs. H. Salman Rasyidin (Harian Sriwijaya Post) diganti oleh
Firdaus Komar (Harian Berita Pagi). Pelanggaran PD/PRT tidak sepenuhnya
intervensi pejabat, tetapi peran terbesar adalah oleh PWI Pusat, terutama Ketua Bidang Organisasi PWI Pusat. Contoh
lain Dewan Kehormatan Daerah dipilih oleh Konfercab bukan oleh Ketua Terpilih
dan 4 formatur.
Hal ini pernah saya kritisi dengan surat ke
PWI Pusat agar mematuhi PD/PRT, tapi tak mendapat tanggapan. Memang sejak
Kongres PWI di Aceh 28-29 Juli 2008 terjadi perubahan yang signifikan, bahkan hasil
Kongres itu terjadi beberapa masalah yang menyangkut pelanggaran PD/PRT. Kongres
Aceh juga telah ternoda dalam sejarah PWI yang lahir 9 Februari 1946.
Pelanggaran PD/PRT itu telah menular/dtularkan ke PWI Cabang Sumsel ditambah
intervensi pejabat. Memang idealnya meng kritisi terhadap organisasi sebaiknya disampaikan
secara intern, tetapi karena komunikasi sudah disum bat dan arogansi kekuasaan,
serta seuzon, maka saluran komunikasi
seperti ini lebih efektif dalam memberikan pembelajaran dimasa mendatang. Kritisi
ini pasti didasari niat yang tulus untuk memperbaiki organisasi yang kita
cintai ini, apalagi saya sendiri sudah
menjadi anggota PWI sejak tahun 1965. Hal ini mungkin tak terjadi kalau saja
setiap orang menyadari bahwa komunikasi itu penting sekali, dan jabatan itu
sifatnya sementara dan amanah, pasti satu saat berakhir. Saya sendiri setelah
Konfercab PWI Cabang Sumsel merasa dianggap “musuh”, masuk kantor PWI Cabang
Sumsel saja dipertanyakan.
Memang setelah itu PWI Cabang Sumsel banyak
menuai “hikmahnya” karena dukungan Gubernur Sumsel Alex Noerdin : KonkernasPWI,
HPN/Porwanas 2010, Gedung PWI Cabang Sumsel, Sekolah Jurnalistik Indonesia
(SJI), dana hibah APBD Rp 500.000.000 setiap tahun , maupun UKW. Dukungan Gubernur Alex Noerdin itu
belum pernah terjadi selama ini,
terutama dana dapat menunjang program PWI Cabang/Pusat.
Laporan Kerja
Disadari
bahwa sebagian besar pengurus mempunyai jabatan struktural yang
strategis akibatnya sulit mencapai korum
rapat sehingga menghambat program organisasi. Materi Laporan Kerja 4 tahun 10
bulan yang disampaikan banyak menuai
kritik anggota karena wacana komunikasi pengurus dengan anggota tidak ada sama sekali. Mulai
dari judul, materi, inventaris, kesejahteraan/koperasi, keanggotaan, program
HPN Sumsel di daerah, WC PWI yang berhamburan kotoran manusia, kantor/sekretariat,
Gedung PWI Jakabaring, dan puncaknya masalah laporan keuangan. Masalah Gedung
PWI Jakabaring dipertanyakan karena sudah puluhan tahun PWI Cabang Sumsel
mendambakan gedung sendiri, dan Gubernur Sumsel Alex Noerdin telah membangun
Gedung PWI Sumsel di Jakabaring, entah
apa sebab dan masalahnya sehingga tidak dimanfaatkan oleh Pengurus PWI Cabang
Sumsel. Padahal gedung itu merupakan kebanggaan dan keberhasilan Pengurus PWI Sumsel 2009-2014 dan akan
tercatat dalam sejarah PWI Sumatera Selatan. Tetapi anggota masih dapat memahami semua laporan tersebut, karena Konker hanya
sekadar laporan BUKAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGURUS. Pertanggungjawaban Pengurus
PWI Sumsel dan Dewan Kehormatan Daerah akan diberikan ketika berlangsungnya Konferensi Daerah PWI Sumsel yang harus dilaksanakan sebelum 17 Januari
2014.
Jumlah angggota PWI Cabang Sumsel juga
merupakan keberhasilan dalam laporan :
317 Anggota Biasa dari 85 media, 286 Anggota Muda dari 105 media. Sementara
ketika berlangsung Konfercab PWI Cabang Sumsel 17 Januari 2009 Anggota Biasa
165 dari 35 media, Anggota Muda 94 dari
25 media. Bayangkan jumlah anggota yang
membengkak 2 kali lipat, sementara media menjadi 3 kali lipat, 105 media. Banyaknya anggota dan
media merupakan keberhasilan YANG LUAR BIASA, kalau saja standar profesi, standar pendidkan,
standar organisasi perusahaan media dipenuhi,
tetapi akan menjadi masalah ketika berlangsungnya Konferensi Daerah PWI Sumsel, karena korum
sah bila dihadiri 2/3 Anggota Biasa (206 anggota), kalau tidak korum diundur 1
bulan. Apalagi bila ingin bicara program kesejahteraan anggota, contoh bagi
tanah kaveling ??? Juga program kerja 2 bulan yang diajukan
sebanyak 27 macam adalah suatu program yang mustahil menurut logika organisasi,
cukup satu atau dua rencana program asal
terlaksana dalam 2 bulan ini.
Yang paling banyak disorot tentu laporan
keuangan, karena prinsip pengurusmasalah keuangan harus efisien tetapi faktanya
foya-foya, dana hibah APBD 2013 Rp 500.000.000 untuk Porwanas/HPN 2013
Banjarmasin menghabiskan dana Rp 312.541.401.
HPN 2013 di Manado Rp 67.581.500, Biaya
listrik Gedung PWI Jakabaring Rp 7.200.000, dan banyak lagi yang lainnya. Kalau
anggota mengkritisi masalah organisasi
masih dalam kewajaran, tapi masyarakat mengkritisi juga wajar. Sejak diberlakukannya UU 14/2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik maka PWI sudah menjadi Badan Publik karena telah
mendapat APBD, sumbangan masyarakat. (
Bab I Pasal 1 Ayat 3), sehingga
masyarakat berhak mengetahui dan mendapatkan infomasi termasuk laporan keuangan
( Bab IV Pasal 9 Ayat 2)
Kita berharap Konferensi Daerah PWI Sumatera Selatan dilaksanakan 1 bulan sebelum 17 Januari 2014, karena SK PWI Pusat
No. 042/PGS-PWI/2009 tanggal 30 Januari 2009 dan SK N0.269-PGS/PP-PWI/2011
tanggal 4 Februari 2012, akhir masa
baktinya 17 Januari 2014. Apabila tidak
korum akan diundur 1 bulan, dan juga patut menjadi perhatian Pasal 18 PRT Ayat
5 jangan sampai PWI Pusat membentuk care
taker untuk menyelenggarakan Konferensi
Cabang Ulangan. Karena itu persiapkan
Laporan Pertangungjawaban yang transparan, akuntabel dan faktual,sehingga
menjadi Konferensi Daerah PWI Sumsel yang terbaik dan mematuhi PD/PRT yang baru,
tak usah mencari pencitraan untuk
menjadi pengurus lagi, biarlah anggota yang akan menilai hasil kerja dan moral pengurus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar